Wah, tak terasa Idul Adha sudah tiba. Apa itu Idul Adha? Idul Adha adalah hari raya umat Islam yang disebut juga lebaran haji, karena khusus pada hari tersebut Allah memberi kesempatan bagi mereka yang belum mampu mengerjakan rukun Islam ke lima (naik haji) untuk berkurban, yakni menyembelih hewan kurban seperti sapi, kambing, domba, kerbau atau unta.

Hari raya Idul Adha dilaksanakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Pada pagi hari, baik lelaki maupun perempuan Muslim di seluruh dunia menunaikan sholat ied dua rakaat secara berjamaah. Kemudian dilanjut dengan prosesi pemotongan hewan kurban. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar (108) ayat 2 yang berbunyi:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya: “Maka shalatlah engkau karena Tuhanmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT)”.

Idul Adha sendiri merupakan gabungan kata Idul dan Adha. “Id” diambil dari bahasa Arab aada (yauudu) yang artinya kembali, sedangkan “Adha” merupakan jamak dari adhat yang berasal dari kata udhiyah dimana berarti kurban. Jadi, Idul Adha dapat bermakna kembali berkurban atau hari raya penyembelihan hewan kurban.

Bagaimana sejarah terjadinya Idul Adha? semua dimulai oleh kisah Nabi Ibrahim AS yang diperintah Allah untuk mengorbankan putra yang telah lama beliau tunggu kehadirannya, Nabi Ismail AS.

Nabi Ibrahim AS memiliki dua istri. Istri pertama bernama Sarah. Sarah hidup di Babil, Irak dan masih sanak saudara dengan Nabi Ibrahim AS. Bertahun-tahun menjalani hubungan pernikahan, mereka tak kunjung dikaruniai anak. Sarah pernah mendengar Nabi Ibrahim AS berdoa kepada Allah meminta seorang keturunan yang shaleh (tercatat dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat (37) ayat 100). Sarah sedih, sebab ia mandul dan usianya semakin bertambah tua.

Hingga suatu hari, Allah SWT menyampaikan petunjuk kepada Sarah agar menghadiahkan hamba sahayanya supaya dinikahkan dengan sang suami, Nabi Ibrahim AS. Sarah pun memperhatikan Siti Hajar, budak perempuan yang rajin beribadah kepada Allah. Terbesit di pikiran Sarah untuk menjadikan Hajar sebagai istri kedua Nabi Ibrahim AS, lagipula Hajar ada kemungkinan bisa hamil karena umurnya yang tergolong muda.

Allah membukakan pintu hati Sarah dan membuatnya berkata “Inilah Hajar, ambillah dia, mudah-mudahan Allah menganugerahkan anak kepadamu darinya”. Akhirnya, Nabi Ibrahim AS menikahi Hajar. Tak lama setelah pernikahan, Hajar mengandung. Saat Hajar hamil, malaikat datang lalu berucap “sesungguhnya Allah memberikan kebaikan pada pemuda yang kau kandung”. Malaikat juga mengabarkan bahwa anak Nabi Ibrahim AS kelak bernama Ismail. Mendengar ucapan malaikat, Hajar sangat bersyukur.

Kelahiran Ismail disambut bahagia oleh Nabi Ibrahim AS, Sarah dan Hajar. Perjalanan keluarga Nabi Ibrahim AS terus berlanjut. Ismail kecil tumbuh menjadi sosok yang taat, berbakti terhadap kedua orangtua dan senang membantu ayahnya bekerja. Nabi Ibrahim AS juga begitu menyayangi Ismail.

Sampai di suatu malam, Nabi Ibrahim AS bermimpi menyembelih satu-satunya putra yang ia miliki, Ismail. Beliau sungguh bingung atas mimpi yang ia dapatkan. Terlebih, mimpi tentang menyembelih Ismail tidak hanya terjadi di malam pertama, tapi berlanjut di malam kedua hingga malam ketiga.

Nabi Ibrahim AS merenungi makna sebenarnya dari mimpi yang terus hadir di tidurnya. Ia memohon kepada Allah untuk diberi petunjuk agar tidak salah dalam mengambil tindakan. Setelah malam ketiga, barulah Nabi Ibrahim AS yakin bahwa mimpinya adalah bentuk perintah Allah SWT dan benar-benar harus dilaksanakan. Lalu, Nabi Ibrahim AS menceritakan mimpinya ini dan meminta pendapat sejujurnya pada sang anak. Kisah mengenai mimpi yang dialami Nabi Ibrahim AS beserta keputusan Ismail diabadikan dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat (37) ayat 102, berbunyi:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya: “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”. Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar””.

Ismail kecil yang ketika dewasa nanti juga merupakan seorang Nabi, mempunyai akhlak dan keimanan yang kuat sehingga tanpa ragu ia mantap bersedia memenuhi perintah Allah. Di situasi tersebut, Nabi Ibrahim AS bangga sekaligus sedih, karena harus merelakan putra kesayangannya untuk dikurbankan. Namun, Nabi Ibrahim AS paham betul bahwa jika Allah SWT sudah memerintah, maka ia tidak lagi bisa menolak.

Proses penyembelihan Ismail dilakukan di Mina. Nabi Ibrahim AS membaringkan Ismail di atas pelipisnya. Ismail mengatakan kepada ayahnya untuk mengencangkan ikatan supaya ia tidak banyak bergerak, kemudian menyingsingkan baju Nabi Ibrahim AS agar darahnya tidak mengotori serta meminta gerakan pisau itu dipercepat supaya sakitnya terasa lebih ringan. Bahkan Ismail masih tak lupa menitipkan salam kasih kepada ibunda tercinta.

Melihat ketegaran dan ketabahan Ismail dalam menerima ujian, tak ayal Nabi Ibrahim AS semakin bersedih. Sebelum mengambil pisau, Nabi Ibrahim AS mencium Ismail terlebih dulu seraya diiringi linangan air mata. Kemudian, beliau menempelkan pisau tajam di leher Ismail. Di saat inilah, Allah membuktikan kebesaran-Nya. Pisau tajam yang diarahkan ke leher Ismail tak sedikitpun melukai atau memberi bekas. Beberapa kali Nabi Ibrahim AS mencoba mengulangi, tapi tetap tidak terjadi apa-apa pada leher putranya. Padahal, pisau yang digunakan Nabi Ibrahim AS sanggup membelah batu yang keras.

Apa yang terjadi? Allah menjawab dalam Al-Qur’an surat As-Shaffat (37) ayat 104-108 yang berbunyi:

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104)
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105)
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (106)
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ (108)

Artinya: “Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim!”. Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian”.

Jadi, seluruh rangkaian peristiwa ini sebenarnya dipersiapkan Allah untuk menguji kesabaran Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Sehingga, Allah SWT pun mengganti kurbannya dengan seekor kambing. Beberapa ulama berpendapat, kambing yang diberikan kepada Nabi Ibrahim AS ialah kurban Habil yang diangkat Allah ke surga dan digembalakan disana dalam waktu yang lama.

Apa makna atau hikmah yang bisa dipelajari dari kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS?

  1. Kecintaan kita kepada Allah harus melebihi kecintaan kepada hal duniawi
  2. Tingginya keimanan dan ketaatan yang luar biasa menjadikan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS ikhlas mematuhi perintah Allah
  3. Taat, berbakti serta tidak membantah orangtua adalah sikap Nabi Ismail AS yang patut dicontoh
  4. Selalu bersabar saat diterpa cobaan, yakin bahwa dibalik kesulitan pasti akan datang kemudahan. Jangan berburuk sangka dan tetap berpikir positif kepada Allah.

Semoga kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS yang tadi mimin ceritakan bisa diambil hikmahnya dan menambah pengetahuan ya. Selamat hari raya Idul Adha 1444 H semuanya!

Penulis: Alessandra Maura Raihanna

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *